Dijelaskannya, laporan yang disampaikan pasangan suami istri, Muslim dan Sariati, sebagaimana dilansir Serambi edisi Sabtu (6/2) yang menyatakan ada pemaksaan dalam pengumpulan koin dan denda bagi yang menolak, merupakan pernyataan yang sama sekali tidak benar. “Perjuangan yang kami lakukan ini murni untuk memperjuangkan rumah bantuan untuk korban tsunami. Tak ada pemaksaan dari pihak mana pun,” ulang Rizal. Diakui Rizal, keberadaan Sariati dan Muslim dalam kelompok mereka untuk berjuang mendapatkan rumah korban tsunami, memang benar adanya namun mereka bukan korban tsunami. Berdasarkan pengecekan aparat Desa Suak Indrapuri, Kecamatan Johan Pahlawan, Muslim dan Sariati bukan warga setempat dan tak terkena musibah.
Saat musibah tsunami 26 Desember 2004, pasangan suami istri itu berada di luar Aceh, dan kembali setelah musibah kemudian bergabung untuk mendapatkan rumah. “Ketika mengetahui mereka bukan korban tsunami, akhirnya pasangan suami istri itu diminta supaya tak lagi bergabung,” kata Rizal dibenarkan Ketua GPRS, Edi Chandra. “Ini perlu kami perjelas agar tidak muncul fitnah dan salah pengertian,” demikian Rizal. Seperti diberitakan, meski disebut-sebut sudah ada komitmen antara korban tsunami dengan mahasiswa dan elemen sipil lainnya untuk bersama-sama mengumpulkan koin guna membantu biaya pembangunan rumah korban tsunami, tetapi dalam beberapa hari terakhir aksi itu mulai mencuatkan masalah. Ada korban tsunami yang mengaku dipaksa mengumpulkan koin dan diancam tak dapat rumah kalau mengingkari kesepakatan.(edi)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Klik Duit Untuk Anda
0 komentar: